Saturday, April 18, 2009

Riwayat Hidup Dr. G.S.S.J. Ratu Langie



A. Nama : Gerungan Saul Samuel Jacob Ratu Langie

B. Lahir : 5 November 1890 di Tondano Sulawesi Utara

C. Pendidikan:
1. Sekolah Dasar Belanda (Europesche Legere SchooL) di Tondano
2. Sekolah Menengah (Hoofdenschoo1 di Tondano)
3. Sekolah Teknik (K.W.S.) bagian mesin di Jakarta (1904-1908)
4. Mencapai Ijazah Gum dan Ijazah “Middelbare Acte Wiskunde en Paedagogiek di Amsterdam (1908-1913)
5. Universiteit van Amsterdam (1913-1915)
6. Universitas Zurich di Swiss (1915-1919)
7. Mencapai Doctor’s Degree in Science (I. Alam dan I. Pasti) di Universitas Zurich (1919)

D. Organisasi Politik :
1. Ketua “Indische Vereeniging” di Amsterdam (1914-1915) organisasi ini adalah organisasi mahasiswa-mahasiswa di Negeri Belanda kemudian menjadi “Perhimpunan Indonesia” dengan azas tujuan Kemerdekaan Bangsa Indonesia
2. Ketua “Association d’Etudiants Asiatique” di Zurich (1915-1916) dalam organisasi ini tergabung mahasiswa-mahasiswa dari Korea, Jepang, Muangthai, India, Indonesia dan lain-lain negara di Asia.
3. Ketua Partai Politik “Persatuan Minahasa yang menjadi anggota dan federasi “GAPI” yang bekerja erat dengan partai-partai politik nasional lainnya.
4. Ketua “Vereeniging van Indonesische Academici” (VIA) mempersatukan sarjana-sarjana dan kaum cerdik cendikiawan dari negara-negara Asia Tenggara.
5. Sekretaris “Dewan Minahasa” (1924-1928)
6. Anggota “Dewan Rakyat” (Volksraad dan College van Gedelegeerden) dengan pidato-pidatonva yang mengecam politik kolonial Pemerintah Belanda (1927-1937)
7. Anggota “Nationale Fractie” dari Dewan Rakyat yang menuntut penghapusan dari segala perbedaan politik, ekonomi, dan intelektuil.
8. Anggota redaksi surat kabar mingguan “Peninjauan” (1934)
9. Anggota pengurus “GAPI” (Gabungan Politik Indonesia) dengan tujuan mempersatukan semua partai-partai politik Indonesia.
10. Menulis buku “Indonesia in de Pacific (1937) yang mengulas masalah-masalah politik dan negara-negara Asia yang berbatasan dengan Samudra Pasifik.
11. Direktur redaktur majalah politik “Nationale Commentaren” (1938-1942)
12. Pendiri / Ketua dan perkumpulan “Sumber Darah Rakyat” (SUDARA) (1994-1945)
13. Pemimpin missi Sulawesi yang berangkat dalam bulan Agustus 1945 ke Jakarta untuk pengesahan dan pengumunan UUD 1945 dan Negara RI yang sedang dipersiapkan
14. Gubemur Sulawesi dan RI yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 (1945-1946)
15. Mengadakan Petisi kepada PBB yang ditandatangani oleh ratusan pemuka-pemuka rakyat Sulawesi selatan untuk mempertahankan daerah Sulawesi sebagai bagian mutlak dari negara RI
16. Dipenjarakan di Makassar dan kemudian di internir di Serui Yapen Irian Barat (1946-1948)
17. Membentuk “Partai Kemerdekaan Irian” dan belakang layar yang diketuai oleh Silas Papare (1947)
18. Menjadi Penasehat Pemerintah RI dan anggota delegasi RI dalam perundingan dengan Pemerintah Belanda (1948-1949)

E. Organisasi Sosial / Ekonoini
1. Guru STM di Yogyakarta (1919-1922)
2. Direktur Maskapai Asuransi “Indonesia” di Bandung (1922-1924)
3. Ketua dari perkumpulan buruh “Vereeniging van Onder Officeren B bij de KPM (suatu organisasi nahkoda-nahkoda Indonesia)
4. Ketua Studiebeurs “Minahasa”
5. Pengurus “Persatuan Perkumpulan Radio Ketimuran”
6. Turut mendirikan “Serikat Penanaman Kelapa Indonesia” 1939
7. Mendirikan organisasi “Ibunda Irian” dari belakang layar.

F. Masa Pengasingan
Pada Aksi Militer Belanda ke II (Desember 1948) ditangkap oleh Tentara Kolonial dan bersama-sama dengna presiden Soekarno cs diinternir dalam istana presiden di Yogyakarta, kemudian pada tanggal 12 Januari 1949 ia dipindahkan oleh Pemerintah Belanda ke Jakarta untuk menunggu pemindahannya ke Bangka.

G. Tanda Jasa yang diterima DR. G.S.S.J. Ratu Langie
1. Bintang Maha Putera Tingkat 1 17 Agustus 1960
2. Tanda Penghormatan Satia Lencana Perintis Pergerakan Kemerdekaan 17 Agustus 1965
3. Tanda Jasa Pahlawan 10 November 1958
4. Piagam Tanda Kehormatan Dewan Pers 31 Maret 1973
5. Piagam Untuk Para Keluarga Pahlawan 17 Agustus 1978 (dan Pemerintah DKI Jakarta)

H. Alamat-alamat rumah yang pernah ditinggali oleh Dr. G. S. S. J. Ratu Langie di Jakarta
1. Rumah di Jl. Tanah Abang IV No. 32 (Laan de Riemer) sewa selama tiga tahun. Sekarang rumah Bapak Setiawan
2. Rumah Jl. Tanah Abang Raya No. 12 sewa selama tiga (3) tahun. Sekarang sudah tidak ada
3. Rumah di Jl. Tanah Abang Bukit No. 106 (belakang rumah ada mesjid, disewa selama dua tahun). Sekarang mesjidnya masih ada akan tetapi rumah yang dimaksud sudah tidak ada.
4. Rumah Jl. Laan Wiechert No. 3, sekarang rumah Jl. Keramat VII No. 7, sewa selama 4 tahun. Sekarang rumah ini ditinggali oleh 5 keluarga Menado dan Ambon.
5. Rumah Kramat Laan No. 10 sekarang rumah Jln. Keramat V No. 12, sewa selama 3 tahun. Sekarang rumah ini milik keluarga Semen.
6. Rumah Jl. Teuku Umar no. 21 dahulu rumah ini kepunyaan orang Australia, mendiami rumah ini selama 3 tahun dengan cuma-cuma. Sekarang rumah kediaman Jendral M. Panggabean.
7. Pindah ke Makasar, kemudian dibuang oleh Pemerintah Belanda di Serui daerah Irian Barat.
8. Pulang dari Serui Irian Barat ke Jakarta menunggu keberangkatan untuk menjalani pembuangan ke Bangka bersama-sama dengan Presiden Soekarno dan kawan-kawan, oleh karena Dr. Sam Ratu Langie mendapat serangan jantung keberangkatan ke Bangka ditangguhkan. Untuk menunggu sembuhnya penyakit Dr. Sam Ratu Langie menetap di Jalan Asam Baru No. 10 A. Sepuluh hari kemudian Dr. Ratu Langie meninggal dunia di rumah tersebut.

*) Disalin dari: “DR.G.S.S.J. RATU LANGIE & YAYASAN KRIS” oleh Dinas Museum dan Sejarah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1978

SEJARAH SINGKAT DR. G.S.S.J.RATU LANGIE

1. Kelahiran dan Pendidikan:
Pada tanggal 5 November 1890 di sebuah Kota Tondano yang terletak paling utara dari Pulau Sulawesi, di tengah-tengah para penduduk yang diliputi dengan suasana tenteram dan damai, telah lahir ke dunia seorang bayi, bayi mana kemudian diberi nama Sam Ratu Langie.
Oleh kedua orang tuanya Ratu Langie dimasukkan ke sekolah dasar Belanda, walaupun hal ini bertentangan dengan hati kecil Ratu Langie yang saat itu ia lebih tertarik kepada tumbuh tumbuhan dengan keindahan alam dan kehidupan binatang-binatangnya seperti kuda dan sapi. Kedua binatang inilah yang merupakan ukuran bagi kemakmuran daerah itu, dimana Ratu Langie gemar sekali menunggang kuda sambil menangkap sapi-sapi liar di hutan-hutan.
Setelah selesai menamatkan Sekolah Dasar Belanda, Ratu Langie meneruskan ke Sekolah “Hoofdenschool” yang kemudian sekolah tersebut menjadi Mulo, dimana Sekolah Mulo ini bagi masyarakat Sulawesi mendapat julukan sekolah Raja, karena sekolah ini bagi wilayah Indonesia bagian timur merupakan sekolah yang tidak ada bandingannya, antara lain dikarenakan sekolah ini mahal bayarannya juga murid-muridnya pun merupakan mrxid-murid tertentu saja yang boleh memasuki sekolah ini.
Ratu Langie dengan mudah dapat menyelesaikan sekolahnya pada sekolah Mulo, terbukti pada usia 14 tahun ia telah menamatkannya. Karena di Sulawesi tidak terdapat sekolah yang dapat melanjutkan Ratu Langie untuk sekolah terus, maka Ratu Langie harus meneruskan sekolahnya ke Jakarta walaupun dengan rasa berat hati harus meninggalkan tanah kelahirannya yang sangat Ia cintai.
Dengan menumpang kapal laut K.P.M. milik perusahaan Perkapalan Belanda, melalui Surabaya pada tahun 1904 Ratu Langie menuju Jakarta. Setelah selama 2 minggu di atas kapal, untuk pertama kalinya Ratu Langie menginjakkan kakinya di Jakarta, yang kelak di kota ini Ratu Langie mencatat sejarah yang cemerlang dalam perjuangan Kemedekaan Negara dan Bangsa Indonesia.
Di Jakarta Ratu Langie masuk Sekolah Teknik K.W.S., dalam waktu 4 tahun ia berhasil menamatkan pelajarannya dan memperoleh ijazah sebagai ahli ruesin dengan nilai angka yang sangat memuaskan.
Dengan bermodalkan ijazah sebagai ahli mesin, Ratu Langie melamar pekerjaan, diterima di Periangan Selatan sebagai ahli teknik Perkereta-apian. Pada masa menjalankan tugasnya disinilah timbul benih-benih antipati terhadap Pemerintah Belanda, ketika ia mendapat perlakuan yang tidak sama antara pegawai pribumi dengan pegawai yang berasal dan keturunan Indo Belanda, disinilah Ratu Langie merasakan adanya diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda, untuk membeda-bedakan antara para pegawai yang satu dengan pcgawai lainnya, antara satu golongan dengan golongan lainnya.
Ratu Langie yang termasuk dalam pegawai golongan pribumi Indonesia asli, menerima gaji yang jauh lebih kedil dibandingkan dengan gaji yang diterima oleh sesama pegawai yang berasal dari golongan Indo Belanda. Disamping itu Ratu Langie cukup dengan tinggal di perkampungan rakyat biasa, sementara teman-temannya yang Indo Belanda mendapat fasilitas tempat tinggal di hotel-hotel yang mewah, padahal ketika mereka pada masa pendidikan di Sekolah Teknik K.W.S. Indo-Indo Belanda itu kepandaiannya lebih bodoh daripada Ratu Langie sendiri.
Pada saat itulah timbul suatu tekad dan Ratu Langie berjanji kepada dirinya sendiri, akan menuntut ilmu yang setinggi-tingginya, karena hanya dengan jalan itulah satu-satunya alat untuk memberantas sistim diskriminasi.
Ketika satu-satunya orang tua yang masih ada yakni Ibunya yang sangat ia cintai meninggal dunia di Tondano, Ratu Langie berangkat ke Menado untuk menghadiri penguburan orang tuanya tersebut. Disebabkan kedua orang tua Ratu Langie telah tiada, ayahnya sendiri telah meninggal jauh sebelum ibunya menghadap kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka seluruh harta kekayaan peninggalan ke dua orang tua Ratu Langie, diadakan pembagian harta warisan antara Ratu Langie beserta saudara-saudaranya. Dengan uang hasil penjualan bagian warisan yang diterimanya inilah Ratu Langie berangkat ke Negeri Belanda untuk melaksanakan cita-citanya yakni melanjutkan menuntut ilmu pengetahuan.
Di negeri Belanda, dalam waktu yang relatif singkat Sam Ratu Langie dengan keuletan, kerajinan yang disertai dengan cita-cita yang besar, ia berhasil meraih dua ijazah yakni ijazah guru dan ijazah Middelbare Acte en Pedagogiek. Namun demikian sesuai dengan semboyan hidupnya yaitu : dengan ilmu pengetahuan yang setinggi-tingginyalah segala cita-cita dan keinginan, dapat tercapai. Maka pada tahun 1916 sampai 1919 Ratu Langie mengikuti kuliah kembali pada Universitas Zurich di Swiss, hingga mencapai gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pasti dan Ilmu Alam.
Semasa menjadi mahasiswa Ratu Langie tidaklah semata-mata mencurahkan perhatiannya kepada belajar dan teori-teori saja, di samping itu juga ia menerjunkan diri dalam pergaulan yang hidup, antara lain disebabkan jiwa kepemimpinan yang menonjol padanya, ia terpilih sebagai ketua Perkumpulan Mahasiswa Indonesia yang berada di Amsterdam (Organisasi “Indische Vereeniging”), kemudian terpilih juga menjadi ketua dan gabungan mahasiswa yang berasal dari Asia (Association d’Etudians Asitiques). Di dalam organisasi ini terdapat nama-nama yang kemudian mencatat sejarah perjuangan kemerdekaan negaranya setelah ia kembali ke tanah air antara lain terdapat nama Jwahral Nehru dari India dan lainnya.
Pada tahun 1919 setelah menyelesaikan studinya di Eropah Sam Ratu Langie kembali ke tanah air, untuk memulai perjuangan membela tanah air dan bangsanya dari cengkeraman tangan penjajah Belanda yang telah bercokol di tanah air kita selama lebih dan 3½ abad lamanya.

2. Kepribadian Ratu Langie.
Tubuh Sam Ratu Langie menurut ukuran orang Indonesia termasuk sedang, tidak berbadan besar tetapi juga tidak kurus, rambut hitam walau tidak lebat, hidung mancung, muka lonjong, mata coklat agak sipit dan yang agak menonjol ialah dahinya yang lebar yang menunjukkan kecerdasan otaknya. Roman muka serius tetapi tidak lepas dari senyuman, yang memberikan kesan banyak humor. Ratu Langie orangnya mudah tersinggung apabila mendengar ucapan-ucapan yang bertentangan dengan logika, ia tidak segan-segan mengeluarkan ucapan yang pedas dan keras, baik terhadap kawan maupun lawan. Akan tetapi sikapnya yang keras ini tidak lepas dibarengi dengan sportifitas dan spontanitas yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan tidak pernah timbulnya rasa dendam baik terhadap kawan maupun lawan.
Ratu Langie sangat membenci sifat-sifat “Inlander” yang terdapat pada diri beberapa cendikiawan bangsa kita yang mau mengekor dan menjilat kepada pemerintah Belanda. Kepada mereka ini Ratu Langie memberikan julukan sebagai “Budak-Budak Belanda”. Demikian pula halnya terhadap tuan-tuan Belanda, tidak segan-segannya Ratu Langie mencaci dan mencemoohkannya, apabila mereka bertingkah laku semena-mena dan menganggap dirinya setengah dewa. Ratu Langie adalah orang yang berjiwa besar, hal ini terlihat dari rasa nasionalisme yang tidak pemah padam, selalu terkandung di dalam hati sanubarinya. Berbagai macam taktik perjuangan ia terapkan untuk tercapainya tujuan-tujuan nasional yang selalu berkobar dalam jiwanya itu.
Pengabdiannya terhadap perjuangan Kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia mulai sejak ia menjadi mahasiswa di luar negeri hingga wafatnya. Selama kurang lebih 35 tahun ia bekerja dengan tanpa mengenal lelah, dengan memeras otak disertai dengan ketekunan, kebulatan tekad dan semangat yang tinggi. Ratu Langie berjuang untuk menentang kolonialisme dan imperialisme di dalam segala bentuk dan manifestasinya. Seluruh ilmu pengetahuan dan pengalamannya dipergunakan sebagai senjata ampuh untuk memerangi penjajah Belanda di Indonesia.
Dalam perjuangan politiknya untuk menentang penjajah Belanda, Ratu Langie menerjunkan diri di lapangan : Dewan Perwakilan Rakyat, Organisasi Politik, Penerbitan majalah dan buku-buku, disamping itu juga aktif dalam lapangan keguruan, asuransi, perburuhan, penerangan, kemasyarakatan dan lapangan-lapangan sosial lainnya.
Kehidupan pribadi keluarga Ratu Langie selalu diliputi dengan suasana yang harmonis, hal ini ditandai dengan besarnya perhatian dan rasa cinta terhadap keluarga dan anak-anaknya, Putera-puterinva menganggap ia sebagai ayah, kawan dan kekasih yang setia, pada hari-hari libur ia selalu mengajak keluarganya untuk pergi bertamasya untuk bergembira, bersuka ria bersama-sama. Mereka selalu hidup bergembira baik dalam keadaan suka maupun duka.
Dalam kehidupan spirituil, Ratu Langie adalah umat yang shaleh ia penganut agama Kristen Protestan. Ia percaya dan yakin akan ke Esaan Tuhan Yang Maha Kuasa, ia percaya bahwa dunia beserta seluruh isinya itu adalah ciptaan Tuhan. Tuhan telah menciptakan manusia yang dilengkapi dengan akal dan fikiran, oleh karenanya manusia berkewajiban untuk berterima kasih kepada yang menciptakannya, dan manusia wajib untuk mempergunakan kekuatan lahir dan bathin yang telah dianugerahkan Tuhan untuk mengisi kehidupannya.
Semasa hidupnya Ratu Langie hidup dengan penuh kesederhaan. Hal ini sesuai dengan kepribadian dan pedoman hidupnya, ia selalu mengutamakan kebahagiaan bathin dan cita-cita yang luhur, ia tidak mengejar materi dan keduniaan. Oleh karena itu ia tidak mempunyai sebuah rumah, sebidang tanah maupun jumlah uang yang besar. Ia hanya memiliki hati yang luhur, kepandaian dan kecerdasan otak. Pada waktu Ratu Langie masih hidup, beberapa saat sebelum berpulang ke Rahmatullah, ia telah berpesan kepada putera-puteranya : “Saya tidak meninggalkan barang ataupun uang kepadamu. Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya karena pengetahuan merupakan modal yang paling berharga selama hidupmu. Saya tidak meninggalkan harta kepadamu, tetapi saya meninggalkan banyak teman-teman yang akan berkata kepadamu “Kami mengenal Ayahmu”.
Itulah pesan terakhir Sam Ratu Langie kepada putra-putranya beberapa saat sebelum ia kembali memenuhi panggilan Tuhan Yang Maha Kuasa.

3. Masa Penjajahan Belanda
Pada waktu DR. G.S.S.J. Ratu Langie kembali dari Eropah setelah menyelesaikan pendidikannya selama 6 tahun di sana, setibanya di Indonesia tahun 1919, sebagaimana halnya seperti keadaan negara-negara Eropah yang berada dalam keadaan revolusi-revolusi dan suasana serba kekurangan, Indonesia pun pada waktu itu dalam keadaan serba krisis baik politik maupun ekonomi.
Setibanya di Indonesia pertama-tama Ratu Langie memasuki bidang dunia pendidikan/perguruan, dengan memberikan pelajaran Ilmu Pasti dan Ilmu Alam pada Sekolah Teknik di Yogyakarta. Atas masuknya Ratu Langie sebagai tenaga pengajar pada sekolah tersebut, pihak Belanda mengadakan kecaman-kecaman yang menyatakan bahwa seorang Inlander tidak pantas memberikan pelajaran kepada anak-anak Belanda. Namun demikian memberikan pelajaran pada Sekolah Teknik di Yogyakarta, menurut Ratu Langie terlalu sempit ruang geraknya untuk mengembangkan aspirasi-aspirasi politik. Maka tugas ini tidak lama dijalankan, hanya tiga tahun. Namun demikian selama ia menjalankan tugas tersebut Ratu Langie berhasil pula menulis beberapa artikel dalam majalah Perguruan Menengah Atas. Artikel-artikel tersebut antara lain : “Pemikiran secara logika” dan “Keserasian Rohani dan Jasmani”.
Tahun 1922 Ratu Langie mendirikan dan ia sebagai pemimpinnya sebuah maskapai Asuransi “Indonesia” di Bandung. Munculnya Maskapai Asuransi Indonesia, ini sangat menarik perhatian masyarakat, hal ini disebabkan untuk pertama kalinya nama Indonesia di pakai secara resmi di masyarakat. Maka wajarlah apabila Ratu Langie kita sebutkan sebagai pelopor (pencipta) pemakaian nama Indonesia di kalangan bangsa kita sendiri.
Pada saat itu pulalah tertariknya perhatian Bung Karno terhadap ide dari pada Ratu Langie, kala itu ia masih menjadi mahasiswa di Bandung.
Sebagaimana halnya pada lapangan pendidikan, lapangan asuransi pun bagi DR. Sam Ratu Langie tidak cukup efektip untuk merealisasikan segala cita-citanya yang luhur. Sementara itu gerakan politik semakin berkembang. Para pemuda pada masa itu bertambah aktif, apalagi setelah adanya Politik Non Kooperasi yang dipelopori dan dipopulerkan oleh Mahatma Gandhi dalam politiknya untuk mengusir penjajah Inggris di India.
Di Jawa pun Politik Non Kooperasi hendak diterapkan. Akan tetapi karena organisasi Boedhi Oetomo sebagai pelopor adanya organisasi di Indonesia, seolah-olah berhaluan Kooperatif maka aksi-aksi di Jawa yang berhaluan non Kooperasi tidak meluas dan merata di kalangan masyarakat.
Di kalangan para pegawai negeri maupun swasta membentuk organisasi- organisasi Buruh, mereka mengadakan gerakan yang bertujuan untuk perbaikan nasib. Melihat situasi yang demikian itu DR. Ratu Langie segera mencari lapangan pekerjaan baru yang lebih luas. DR. Ratu Langie bekerj sebagai Sekretaris Dewan Minahasa di Manado. Di sinilah ia mulai mengembangkan ide-ide politiknya. Usahanya yang pertama ialah berusaha membatalkan pajak kerja paksa yang bernama “Herendiensten”. Belanda mengistilahkan sebagai jasa-jasa Tuan, akan tetapi kenyataannya adalah jasa-jasa budak. Bangsa kitalah sebagai budak-budaknya mereka. Usaha Dr. Ratu Langie kedua adalah mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari Minahasa yang padat menduduknya ke daerah-daerah lain dengan jalan membuka daerah-daerah baru yang masih kosong seperti di daerah Modoinding dan Kanarom. Dengan demikian maka Dr. Ratu Langie adalah merupakan pelopor sistem transmigrasi di negara kita, yang hingga sekarang ini sedang di galakkan.
Waktu itu di Minahasa telah berdiri sebuah Partai Politik yang bersifat lokal, bernama “Persatuan Minahasa”, namun setelah partai Persatuan Minahasa dibawah pimpinan Dr. Sam Ratu Langie, partai ini berubah menjadi partai Nasional yang mengadakan kerjasama dengan partai-partai politik lainnya. Erat sekali hubungannya dengan kepemimpinan Ratu Langie dalam Partai Persatuan Minahasa, maka pada tahun 1927 DR. Ratu Langie terpilih menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad) yang berkedudukan di Jakarta. Sementara itu di Jakarta telah didirikan oleh Bung Karno dan kawan-kawan Partai Nasional Indonesia (P.N.I) dengan tujuan untuk memperkuat persatuan dan Kebangsaan Indonesia. Kemudian Bung Karno membentuk pula “Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia” (P.P.P.K.I). Dengan berdirinya organisasi tersebut, membuat DR. Sam Ratu Langie lebih yakin dan semakin teguh akan perjuangannya di Dewan Rakyat, ia selalu menselaraskan antara ucapan-ucapan serta aksi-aksinya dalan Dewan tersebut, dengan situasi dan perkembangan politik yang sedang berjalan di luar Dewan.
Atas inisiatif DR. Ratu Langie dibentuk suatu Gabungan Partai-partai Politik Indonesia (G.A.P.I) pada tahun 1937. Partai Politik Persatuan Minahasa juga merupakan anggota dari GAPI tersebut. Dengan jalan mengadakan kongres-kongres rakyat, mempersatukan aksi-aksi dalam lapangan politik, ekonomi dan sosial, dengan sasaran utama mencapai demokrasi dan pemerintahan sendiri. Konggres yang pertama GAPI diadakan pada tahun 1914 dan berlangsung dengan sukses.
Dewan Rakyat (Volksraad) tidaklah mencerminkan namanya yakni suatu dewan dengan faham demokrasi, hal ini dapat dilihat daripada anggota- anggota yang duduk dalam dewan tersebut. Seharusnya wakil rakyat Indonesia yang duduk dalam dewan merupakan jumlah mayoritas, tetapi tidaklah demikian adanya, anggota dewan yang duduk mewakili rakyat Indonesia jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah seluruh rakyat di Indonesia ini, Di samping itu pula walaupun ada wakil rakyat Indonesia yang duduk dalam dewan, bukanlah hasil pemilihan rakyat yang sekaligus mencerminkan wakil rakyat Indonesia, akan tetapi anggota yang duduk dalam dewan ini adalah hasil penunjukkan (pengangkatan) dari Pemerintah Belanda sendiri. Dengan demikian maka suara yang berarti. Narnun demikian wakil-wakil rakyat Indonesia dalam dewan tidaklah mensia-siakan kesempatan ini, mereka pergunakan sebaik-sebaiknya. Melalui Pidato-pidatonya berhasil menelanjangi politik “Exploitation de I’hom par I’hom” dan “Exploitation de nation par nation” yang dijalankan oleh Pemerintah Belanda di Indonesia
Salah satu pidato DR. Ratu Langie di depan sidang Dewan Rakyat antara lain membeberkan praktek Pernerintah Belanda tentang “Hongi Tochten” yakni penghancuran tanaman rempah-rempah kepunyaan rakyat Maluku untuk kepentingan monopoli perdagangan Belanda. Pajak Natura yang mengharuskan rakyat Indonesia menanam dan menghasilkan jenis tanaman-tanaman baru yang diperlukan oleh bangsa Belanda. Disamping itu mengadakan monopoli produksi garam di Indonesia, serta hasil karet rakyat dikenakan biaya export yang tinggi. Kemudian praktek ordonansi- ordonansi sewa tanah di daerah-daerah penghasil gula yang disertai dengan kekerasan. Hal ini menimbulkan kemiskinan yang merajalela, juga rasa ketakutan dari rakyat Indonesia yang tiada henti-hentinya.
Dr. Ratu Langie melalui pidatonya di depan sidang Dewan Rakyat berhasil pula membeberkan bukti-bukti yang disertai data statistik angka dengan tepat, dimana terlihat cara penghisapan kekayaan rakyat Indonesia oleh Pemerintah Belanda. Seluruh kekayaan rakyat Indonesia diboyong ke negeri Belanda untuk memperkaya negaranya, dan membiarkan rakyat Indonesia dalam jurang kemiskinan, dengan taraf kehidupan yang minimal sekali.
Tahun 1930 Dr. Ratu Langie menjadi anggota Nationale Fractie (N.F.), melalui organisasi ini secara legal ia memperjuangkan pembebasan rakyat dari himpitan dan tekanan-tekanan Belanda yang sangat berat dirasakan, serta memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Melihat tindakan yang dijalankan oleh organisasi Nationale Fractie yang mereka anggap akan membahayakan pihaknya, Belanda segera mencurigai dan segera mengawasi segala gerak dan langkah orgamsasi ini.
Dr. Ratu Langie bersama teman-teman setianya yaitu : Mohamad Thamrin dan Soetardjo menerbitkan buku “De Pacific” yang isinya antara lain memuat keadaan serta nasib bangsa-bangsa Asia di sekitar Lautan Pasifik.
Tidak lama kemudian Dr. Ratu Langie beserta Dr. M. Amir, F. Dachlan menerbitkan pula Surat Kabar Mingguan berbahasa Indonesia “Peninjauan”, dimana melalui surat kabar ini membahas baik tentang keadaan kehidupan masyarakat maupun keadaan kehidupan sosial politik pada waktu itu. Intinya membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk berjuang bersama-sama mengusir penjajahan Belanda. Melihat keadaan yang demikian membahayakan, Belanda berusaha sekuat tenaga mencari-cari dalih untuk menangkap Dr. Ratu Langie. Usaha Belanda ini berhasil, dengan alasan bahwa Ratu Langie telah merugikan Pemerintah Belanda dengan menggelapkan uang sebesar F 100.-
Dengan mempergunakan perangkap yang berupa alasan yang tidak masuk akal, disertai dengan menjelek-jelekkan nama Dr. Ratu Langie, Belanda berhasil menangkap Ratu Langie. Harapan Belanda dengan alasan-alasan tersebut diatas, rakyat Indonesia akan membenci Ratu Langie. Dengan demikian Belanda cukup kuat alasan untuk memecatnya dan keanggotaan Dewan Rakyat
Namun hal ini tidak mengenai sasarannya, dugaan dan harapan Belanda meleset semua, rakyat Indonesia beserta tokoh-tokoh masyarakat bukannya membenci, melainkan mereka tetap memberikan dukungan sepenuhnya serta mencintai Dr. Ratu Langie. Bahkan dari setiap pelosok tanah air Indonesia mengalir permohonan-permohonan yang ditujukan kepada Gubemur jenderal Belanda, agar Dr. Ratu Langie segera dibebaskan kembali.
Melihat siasatnya gagal, pihak Belanda tidak terus putus asa, mereka tetap bersikeras untuk menangkap dan menghukum Dr. Ratu Langie. Dr. Ratu Langie terpaksa menjalani hukuman penjara selama 4 bulan di Sukamiskin Bandung. Dengan catatan karena Dr. Ratu Langie telah mengalami hukuman penjara, apabila nanti keluar dan bebas, tidak ada hak lagi untuk duduk dalam Dewan Rakyat.
Selama menjalani hukuman penjara di Sukamiskin, Dr. Ratu Langie berhasil menulis sebuah buku berjudul “Indonesia in den Pacific”. Sekeluarnya dari penjara Sukamiskin, Dr. Ratu Langie menerbitkan majalah mingguan politik berbahasa Belanda “Nationale Comentaren” (N.C.). Mingguan ini mendapat perhatian besar dari kalangan pelajar dan kaum cendekiawan bangsa Indonesia. Melalui majalah ini Dr. Sam Ratu Langie mengemukakan komentar-komentarnya mengenai keadaan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang kemudian dibaca oleh masyarakat Indonesia secara meluas.
Pada mulanya Dr. Ratu Langie menerbitkan majalah mingguan “Nationale Comentaren” ini tanpa modal yang cukup berarti, ia kerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain kecuali istrinya sendiri. Ia memimpin redaksi sendiri, ia mengarang sendiri, dan ia susun sendiri. Disebabkan N.C. makin lama makin populer dikalangan bangsa Indonesia, yang menyebabkan makin banyak permintaan untuk berlangganan. Dengan demikian jumlah oplah penerbitanpun semakin banyak, yang semula penerbitan N. C. tanpa modal, maka dalam waktu yang singkat penerbitan majalah mingguan Nationale Comentaren dapat dibanggakan dari segi komersilnya.
Golongan terpelajar dan kaum cerdik cendikiawan di seluruh tanah air Indonesia menyambut gembira atas terbitnya majalah N. C., hal ini disebabkan majalah tersebut memberikan komunikasi dan nafas baru dalam pemberitaan-pemberitaannya.
Sebaliknya bangsa Belanda memandang sebagai majalah yang mengobar-ngobarkan sentimen anti Belanda. Oleh karenanya majalah N. C., dianggap membahayakan pihak Belanda. Sebelum majalah N. C. berbuat lebih jauh, secepatnya harus segera diadakan larangan untuk terbit majalah tersebut, sekaligus pemimpinnya yakni Dr. Ratu Langie harus ditangkap.
Perang Pasifik telah meletus, kesempatan ini segera dipergunakan oleh Belanda untuk melaksanakan rencananya. Atas tuduhan bahwa N. C. merupakan alat subversif Jepang, dan penerbitannya dibiayai Jepang, Dr. Ratu Langie ditangkap dan majalah mingguan politik Nationale Comentaremi dinyatakan tidak boleh terbit lagi. Akan tetapi karena tuduhan-tuduhan ini hanyalah merupakan siasat Belanda dan tidak mempunyai bukti-bukti, maka Dr. Ratu Langie pun dibebaskan kembali dan melanjutkan penerbitan majalah N. C. hingga edisi terakhir tanggal 3 Maret 1942.
Penerbitan N. C. diakhiri, disebabkan pada tahin itu telah mendarat Tentara Jepang di Indonesia yang melarang beredarnya majalah Nationale Comemitaren.

4. Perang Dunia dan Perang Pasifik Pecah
Perang Dunia pecah (1939-1945) pada hakekatnya sebab-sebab Perang Dunia II, sama dengan sebab-sebab timbulnya perang Dunia Pertama. Perang terjadi di Eropah antara blok negara-negara satu dengan blok negara-negara lainnya, yang dimaksudkan disini ialah antara Jerman di satu pihak dengan Sekutu di pihak lain.
Dengan kekuatan raksasa satu persatu negara-negara Eropah diduduki Jerman seperti : Denmark, Norwegia, Belgia, Perancis dan lain-lain. Pada tanggal 10 Mei 1940 Negeri Belanda diduduki Jernian, pemerintah Belanda menyingkir ke London. Sejak peristiwa itu hubungan antara Negara Belanda dengan daerah jajahan Indonesia terputus. Hal ini sangat mempengaruhi keadaan di Indonesia. Anggota Dewan Rakyat wakil bangsa Indonesia berpendapat bahwa kini tibalah saatnya untuk mengadakan perbaikan-perbaikan di dalam pemerintahan seperti yang dikehendaki mereka yakni kemerdekaan bangsa Indonesia. Akan tetapi cita-cita mereka ini semuanya kandas, disebabkan jurang antara kita dengan pemerintah penjajah terlalu lebar dan belum dapat diperkecil untuk disatukan, hal ini terbentur pada ketetapan pemerintah Hindia Belanda, yang tidak mengadakan perubahan-perubahan di dalam struktur pemerintahannya. Perang Dunia II makin hari semakin meluas, secara tiba-tiba pada tanggal 7 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbor, pangkalan Angkatan Laut Amerika di Pasifik. Dengan ini Jepang sebagai partner Jerman, menyatakan perang kepada negara Sekutu di Asia dan Pasifik.
Jepang bergerak dengan cepat : Indocina, Muang Thai, Birma, Malaka, Filipina, Singapura yang kemudian ke Indonesia.
Angkatan laut Sekutu dengan sekuat tenaga mengadakan perlawanan di Selat Makassar dan disebelah selatan Pulau Bali, dengan maksud untuk menghambat serangan Angkatan Perang Jepang, akan tetapi pada fase pertama perang pasifik ini gerakan Angkatan Perang Jepang tidak dapat dibendung lagi. Perlawanan terakhir Angkatan Laut Sekutu berkobar di Laut Jawa, di bawah pimpnian Laksamana Karel Doorman. Setelah pertemuan ini diselesaikan oleh balatentara Jepang, dengan mudah pulau Jawa mereka duduki (8 Maret 1942). Hanya dalam tempo beberapa bulan saja Jepang mendapat kemenangan kemenangan. Seluruh Asia Tenggara termasuk Indonesia berhasil ia duduki.
Pada tanggal 8 Maret 1942 tentara Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, sejak itu Indonesia berada di bawah pemerintahan militer Jepang.
Setibanya di Pulau Jawa, jawatan propaganda Jepang (Sendenbu) segera mulai bekerja dengan giat untuk mempengaruhi bangsa Indonesia, dengan memberikan penerangan kepada banyak khalayak ramai bahwa kedatangan mereka membawa tugas suci yaitu untuk membebaskan bangsa Indonesia dan belenggu penjajahan, dan bahwa mereka akan memberi kemakmuran kepada rakyat dengan membentuk “Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya” dengan Jepang sebagai pemimpinnya. Untuk mencapai tujuan itu Sekutu harus dilenyapkan dari Indonesia dan Asia, oleh karena itu rakyat Indonesia harus turut serta dalam peperangan yang dahsyat yang mereka sebut “Perang Suci”. Apa yang digembar-gemborkan Jepang, kenyataannya tidak satupun yang mereka laksanakan. Jepang tidak nampak akan membebaskan rakyat Indonesia dari tangan penjajahan Belanda, untuk memberikan kemerdekaannya.
Propaganda “Kemakrnuran bersama Asia Timur Raya semata-mata ditujukan untuk memperkuat kedudukan mereka terhadap serangan-serangan Sekutu. Satu-satunya tindakan Jepang yang mendapat sambutan rakyat Indonesia ialah dengan dibebaskannya pimpinan-pimpinan bangsa Indonesia dari tahanan Belanda di Digul antara lain : Sukarno, Hatta, Syahrir dan Tjipto Mangunkusumo.
Pada pertama-tama kedatangan Jepang di Indonesia, Dr. Ratu Langie tetap tinggal di Jakarta, ia bersifat pasif saat itu. Dr. Ratu Langie tengah bekerja dalam lapangan sosial antara lain: menolong memberi nafkah kepada keluarga-keluarga berasal dari Sulawesi, menampung keluarga KNIL, menampung para pelajar dan mahasiswa yang putus hubungan dengan orang tua mereka akibat peperangan dan lain-lain.
Pada tahun 1944 Dr. Ratu Langie oleh tentara Jepang dipindahkan ke Makassar menjadi penasehat Angkatan Laut Jepang “ Min Seifu” yang bekuasa di wilayah Indonesia Timur.
Saat itu rakyat hidup dalam keadaan tekanan moril dari pihak Tentara Jepang dan tekanan fisik dan pihak tentara Sekutu setiap hari selalu mengadakan pengintaian-pengintaian, penembakan-penembakan dan pemboman-pemboman dari udara.
Akibatnya rakyat Indonesia yang tidak berdosa menjadi korban daripada serangan-serangan tersebut.
Di Sulewesi Dr. Ratu Langie mendirikan perkumpulan “Sumber Darah Rakyat (SUDARA)” yang menurut instruksi Jepang melalui onganisasi ini hendaknya dapat membangun semangat anti sekutu, akan tetapi pada prakteknya melalui SUDARA, Dr. Ratu Langie menggembleng semangat persatuan rakyat, demi untuk tercapainya kemerdekaan Republik Indonesia, hal ini ia kemukakan melalui pidato-pidatonya di depan rakyat, meskipun di bawah pengawasan yang ketat dan tentara jepang. Organisasi SUDARA sama dengan organisasi “Pusat Tenaga Rakyat” di Jawa yang didirikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Kalau pada zaman sebelumnya (masa Penjajahan Belanda) sistim feodal benar-benar diterapkan dan dipertahankan, sehingga golongan ningrat bangsawan istana bisa berbuat sewenang-wenang. Maka pada zaman Jepang penggolongan masyarakat semacam itu dihapuskan, semua orang Indonesia disamakan, dan merasa dirinya masing-masing sama dan sederajat, sistim feodalisme dihilangkan. Hilangnya sistim feodalisme ini, menimbulkan rasa harga diri pada rakyat, sehingga mereka berani berbuat untuk mencapai kemerdekaan. Kesengsaraan, gemblengan, disiplin yang dialami rakyat Indonesia pada zaman Jepang merupakan bekal dan landasan yang kuat bagi perjuangan bangsa Indonesia.
Perang makin lama makin menghebat, penghidupan makin susah, bahan-bahan makanan, pakaian, obat-obatan hampir tidak ada untuk rakyat Indonesia. Semua itu dipergunakan untuk keperluan perang. Setelah mengalami kemenangan-kemenangan pada fase perang Pasifik, akhirnya Angkatan Laut Jepang dapat dipukul mundur dari laut Koral, disinilah Laksamana Nimitz berlomba-lomba dengan Angkatan Daratnya yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur saling dahulu mendahului siaa yang sampai ke Tokio. Kota-kota di Jepang banyak yang hancur karena bombardemen Amerika. Yang di akhiri dengan jatuhnya bom atom diatas Hiroshima dan Nagasaki disitu jatuh korban tidak terhitung jumlahnya. Peristiwa ini mengakhiri Perang Pasifik.
Jepang menyadari akan kekalahan-kekalahan yang ia alami, oleh karenanya Jepang berusaha menarik bantuan materiil dan moril dari bangsa Indonesia, dengan janji kemerdekaan.
Pada awal bulan Agustus 1945 Dr. Ratu Langie memimpin suatu Missi Sulawesi berangkat ke Jakarta untuk turut mengesahkan dan mengumumkan U.U.D.R.I. yang sedang dipersiapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Bung Karno dan Bung Hatta dan beranggotakan 25 orang. Akan tetapi missi ini kembali ke Sulawesi dengan tanpa hasil. Hal ini disebabkan pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu. Walaupun telah dipersiapkan scgala sesuatunya, Jepang pada saat-saat terakhir menjelang mereka menyerah tidak bersedia menyatakan kemerdekaan Indonesia, disebabkan salah satu syarat dan kaputulasinya ialah mempertahankan status quo dan semua daerah yang didudukinya.
Akan tetapi bangsa Indonesia yang telah berabad-abad lamanya merasakan pahit getirnya dijajah bangsa asing, tidak mau lagi menyerahkan nasibnya kepada bangsa lain. Maka pada hari yang sangat bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, oleh Dwi Tunggal Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Dengan demikian terbentuklah negara kesatuan Republik Indonesia hingga sekarang ini.


5. Zaman Kemerdekaan
Sejak Proklamasi Kemerdekaan R.I. pada tanggal 17 Agustus 1945 dinyatakan, segera di bentuk daerah-daerah propinsi di luar Jawa dan diangkat gubemur-gubemur untuk daerah tersebut, antara lain:
§ Dr. Sam Ratu Langie untuk Propinsi Sulawesi
§ J. Latuharhary SH untuk Propinsi Maluku
§ Ir. P. Moh. Noor untuk Propinsi Kalimantan dan
§ G. K. Poedje untuk Propinsi Sunda Kecil

Tentara Sekutu segera mendarat di Seluruh kepulauan Indonesia, dengan dalih untuk membebaskan tahanan-tahanan Jepang, maka Gubemur-gubemur yang telah ditunjuk kecuali Dr. Ratu Langie, tidak sempat menjalankan tugasnya sebagai gubemur, hal ini karena daerah-daerah yang akan mereka pimpin telah diduduki oleh Tentara Sekutu (Inggris dan NICA = Netherland Indies Civil Administration).
Dr. Ratu Langie setibanya di Sulawesi untuk menjalankan tugas sebagai Gubernur disana, menghadapi tantangan yang hebat yakni memperoleh sambutan yang berupa serbuan-serbuan tentara Sekutu dan Belanda yang ditujukan kepada daerah kekuasaannya.
Menghadapi situasi demikian, Gubemur Ratu Langie mengkoordinir semua potensi nasional untuk membulatkan perjuangan, serta tetap berusaha mepertahankan dan membela Negara Republik Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat. Semua organisasi perjuangan, ditampung dalam satu wadah bernama “Pusat Keselamatan Rakyat” yang diketuainva sendiri. Dalam memusatkan eksponen-eksponen nasional yang progresip revolusioner, Dr. Ratu Langie mengangkat pembantu-pembantunya dari seluruh unsur pemuka-pemuka tanah air yang berada di Makassar. Dengan sistim perjuangan selalu berpegang teguh kepada semboyan “Bersatu kira teguh, bercerai kita runtuh” pembantu-pembantu tersebut antara lain
1. Suwarno dari Pulau jawa
2. I.P.L. Tobing dari Sumatera
3. Latumahina, SH dari Maluku
4. W.S.T. Pondaag dari Sulawesi Utara
5. Lanto Daeng Pasewang dari Sulawesi Selatan
6. Saleh Daeng Tompo dari Sulawesi Selatan
7. Zainal Abidin, SH dari Sulawesi Selatan

Segenap rakyat Sulawesi dari kalangan bawah hinga atas dengan rasa gembira dan gegap gempita menyambut Proklamasi Indonesia, mereka semua mendukung Dr. Ratu Langie sebagai Gubemur Sulawesi hasil penunjukan dan Pemenintah Republik Indonesia yang berada di Jakarta.
Tugas pertama Gubemur Ratu Langie adalah mengkonsolidasikan Republik Indonesia di wilayah Sulawesi. Para pejuang Indonesia yang berada di Sulawesi menuntut agar secepamya diadakan pengarnbil alihan kekuasaan dari tangan Jepang. Untuk memenuhi tuntutan para pemuda Sulawesi, Gubemur Ratu Langie mengadakan pertemuan dengan pimpinan Jepang agar Tentara Jepang di Sulawesi mau menyerahkan kekuasaannya kepada Pemerintah Republik Indonesia disana. Akan tetapi permintaan ini ditolak oleh Jepang, bahkan tentara Jepang membenikan ancaman apabila terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh para pemuda, Jepang tidak segan-segan akan menghadapinya dengan kekerasan senjata.
Mengingat para pemuda Sulawesi tidak memiliki persenjataan yang lengkap dibandingkan dengan kekuatan Jepang, hanya bermodalkan semangat saja yang meluap-luap, hal ini tidak akan memberikan hasil apa-apa. Oleh karenanya Gubemur Ratu Langie menasehatkan kepada para pemuda agar menunda dahulu maksud mereka, dengan tujuan agar tidak mengakibatkan jatuhnya korban sia-sia di pihak kita, mengingat ketidak seimbangan dalam kekuatan senjata. Setelah Jepang menyerah kalah pada Sekutu, satu bulan kemudian Pasukan Tentara Sekutu dibawah pimpinan seorang opsir Australia Jenderal Mac Dougherty mendarat di Sulawesi yang disertai para pegawai NICA. Mereka datang dengan tujuan untuk membebaskan tahanan-tahanan Jepang dan mengembalikan ke negaranya, akan tetapi kenyataannya mereka datang di Sulawesi untuk mengembalikan pemerintahan penjajah Belanda. Hal inilah yang menjadi tantangan hagi Ratu Langie.
Kedatangan Tentara Sekutu dan NICA yang berusaha mau mengembalikan kekuasaan Belanda seperti sebelum Perang Dunia ke II, tidak herhasil. Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan.
Raja-raja yang pada saat itu di Sulawesi masih memegang peranan dan kekuasaan, semuanva memberikan dukungan dan bantuan kepada Dr. Ratu Langie sebagai satu satunya pemerintahan yang sah. Kepada Dr. Ratu Langie raja-raja memberikan mandat sepenuhnya untuk bertindak atas nama mereka dalam menentukan status dan daerah-daerah kerajaan, apabila kelak diadadakan perundingan-perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan tentara Sekutu. Juga raja-raja menghadap langsung kepada pimpinan tentara Sekutu di Sulawesi, rnereka memberikan pernyataan bersama. Isi pernyataan tersebut, mereka bersedia bekerja sama dengan tetitara Sekutu; tetapi menolak dengan tegas pemerintah Belanda. Brigadir Jenderal Mac Dougherty sebagai pimpinan tentara Sekutu agaknya setuju dengan kemauan rakyat Indonesia itu, ia menerangkan bahwa
kedatangannya semata-mata dengan tugas untuk mempertahankan keamanan dan mengembalikan tahanan-tahanan Jepang dan daerah kekuasaannya. Mereka tidak bermaksud untuk memaksakan rakyat Indonesia agar mau bekerja sama dengan Belanda.
Bnigadir Jenderal Mac Dougherty yang menaruh simpati kepada kehendak dan keinginan rakyat Indonesia, pulang kenegerinya. Pemimpin tentara Sekutu digantikan oleh seorang jenderal juga berasal dari Australia, yang sangat berlainan sikapnya dengan pimpinan yang pertama terhadap rakyat Indonesia. Pimpinan tentara Sekutu yang baru ini memerintahkan kepada raja-raja dan rakyat di Sulawesi agar mau bekerja sama dengan Belanda. Dengan ancaman barang siapa yang tidak mentaati akan dikenakan tindakan kekerasan. Akibatnya raja-raja beserta seluruh pegawai negeri di Sulawesi lainnya meletakkan jabatannya.
Bulan November 1945 Dr. Ratu Langie membuat petisi kepada P.B.B. yang berisi pernyataan bahwa Sulawesi adalah merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi dan Negara Republik Indonesia. Petisi tersebut ditanda tangani oleh 450 orang pemuda-pemuda rakyat Sulawesi yang terdiri dan raja-raja, tokoh-tokoh agama, pemimpin-pemimpin politik dan lain-lain. Petisi mana diserahkan kepada Panglima Australia sebagai wakil tentara Sekutu di Indonesia, kemudian diteruskan ke Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Pemenntah Australia.
Bulan Desember 1945 atas permintaan pihak Belanda di Makassar diadakan perundingan antara delegasi Belanda dengan delegasi Negara R.I yang diwakili oleh Dr. Ratu Langie. Perundingan tersebut telah menghasilkan keputusan persetujuan yang berbunyi:
1. Kota Makassar diperintah oleh Komite bersama, yang terdiri dari petugas Indonesia dan Belanda, dibawah pengawasan tentara Sekutu.
2. Daerah-daerah sekitar Makassar akan diperintah oleh Pemerintah RI dalam hal ini Dr. Ratu Langie sebagai pemimpinnya.
3. Status politik Sulawesi, akan ditentukan kemudian hari, sesuai dengan status keseluruhan Indonesia berdasarkan pada persetujuaan antara pemerintah Belanda dengan Penwnintah RI yang akan datang.
Keputusan persetujuan ini tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya disebabkan pihak Belanda sendiri tidak mematuhi daripada isi persetujuan tersebut. Terbukti pihak Belanda mengirimkan pasukan-pasukannya ke daerah pedalaman Sulawesi. Akibatnya pemberontakan dan perlawanan para pemuda Sulawesi meletus dengan hebatnya di seluruh wilayah tersebut.
Sebagai contoh perang gerilya terjadi di Sulawesi Selatan dibawah pimpinan Robert Wolter Monginsidi dan Emmy Saelan, perang ini sangat merepotkan tentara Belanda. Monginsidi tertangkap, setelah beberapa kali berhasil meloloskan diri. Pahlawan Nasional ini berpendirian lebih baik menjalani hukuman mati daripada dijajah Belanda. Sama halnya dengan Wolter Monginsidi, Emmy Saelan pun meninggal dunia setelah ia berhasil menghancurkan konvoi tentara Belanda, cukup besar tebusannya dengan merelakan nyawanya sendiri.
Demikianlah salah satu contoh perjuangan dan perlawanan rakyat Indonesia di Sulawesi yang tidak sudi lagi dijajah oleh bangsa manapun, walau jiwa sebagai taruhannya.
Untuk menindas perlawanan-perlawanan rakyat Sulawesi pemerintah kolonial Belanda menangkap pemimpinnya Dr. Ratu Langie, ia dipenjarakan di Makassar beserta teman-teman dekatnya, kemudian dipindahkan ke tempat pengasingan baru di Serui dekat Pulau Irian Jaya. Dengan ditangkapnya Dr. Ratu Langie beserta staf, rakyat Sulawesi bukannya berhenti atau menyerah, melainkan pemberontakan total dan menyeluruh terjadi diseluruh Sulawesi. Pemumpin rakyat ditangkap kemudian dimasukkan penjara satu per satu. Setelah tokoh-tokoh masyarakat serta pemimpin-pemimpin pemberontakan berhasil mereka penjarakan, Belanda mengadakan Konperensi “Malino” dengan tujuan politiknya “devide et impera” keputusan konperensi ini ialah dibentuknya satu negara bernama “Negara Indonesia Timur” (NIT) dengan Nadjamudin sebagai Perdana Menterinyra.
Lahirnya Negara Indonesia Timur (NIT) atas kelicikan Belanda, disertai dengan tragedi dan malapetaka yang sangat besar dan keji, tragedi tersebut telah tercatat dalam sejarab Indonesia umumnya dan sejarah Sulawesi khususnya.
Untuk menghancurkan pemberontakan-pemberontakan yang tcrjadi di Sulawesi, Belanda mengirim satu pasukan tentara yang dipimpin oleh seorang opsir bernama Kapten Westerling. Semboyan Westerling : apabila kita hendak menibunuh seekor tikus yang dianggap membahayakan di dalam rumah, jalan yang paling rnudah ialah kita harus membakar rumah tersebut. Semboyan ini Ia jalankan di Sulawesi. Apabila kita hendak menangkap seorang extrimis yang bersembunyi dalam masyarakat, jalan yang ampuh adalah dengan cara membunuhi semua masyarakat itu. Tentara Belanda mengadakan pembantaian yang sangat kejam diluar batas perikemanusiaan, dengan algojonya Kapten Westerling, 40.000 orang rakyat Sulawesi gugur.
Akan tetapi membajirnya darah, musnahnya harta benda dan bagaimanapun bentuk dan macamnya penindasan serta penganiayaan, ternyata hal itu tidak membendung aspirasi rakyat yang bercita-cita bulat yaitu Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Negara Indonesia Timur mau tak mau terpaksa harus mengikuti panggilan seluruh rakyat Indonesia, yang kemudian dalam waktu 2 tahun politik Negara Indonesia Timur telah searah dengan politik Negara R.I. dibawah pimpinan Soekarno-Hatta. Yang akhirnya dengan tegas Pemerintah NIT mengutuk Belanda karena mengadakan Agresi Militernya yang pertama niaupun kedua. Disamping itu pula pemerintah NIT mengirim suatu misi “Good Will” ke Yogyakarta, yang diterima oleh Pemerintah RI dengan hati terbuka. Hal ini membuktikan bahwa perasaan kesatuan dan persatuan antara bangsa Indonesia tidak dapat dipecah-pecah, baik oleh serbuan-serbuan rniliter maupun oleh strategi politik apapun.

6. Dalam Pengasingan
Sebagaimana telah ditulis diatas, untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan rakyat Sulawesi, tentara Belanda menangkap Dr. Ratu Langie beserta kawan-kawannya dan dipenjarakan di Makassar. Setelah menjalani hukurnan di Makassar selama 2 bulan, Dr. Ratu Langie dipindahkan ketempat pengasingan di Serui yang terletak di Pulau Yapen di dekat pulau Irian Jaya. Setibanya ditempat pembuangan, terlebih dahulu oleh penguasa setempat kepada para penduduk telah diberikan ancaman: barang siapa yang berani mendekati 7 oknum berbahaya (Dr. Ratu Langie cs.), akan ditindak dengan tegas. Mendengar ancaman ini pada mulanya orang-orang Irian tidak ada yang berani untuk mendekati mereka, akan tetapi lambat laun mereka insaf, setelah melihat kenyataan bahwa tahanan-tahanan politik itu tidaklah membayakan mereka sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh pihak Belanda sebelumnya. Sehingga hubungan diantara mereka makin lama makin baik, pengertian yang diajarkan oleh rombongan tahanan kepada penduduk tentang perjuangan Indonesia Merdeka makin meluas pula.
Selama menjalani pengasingan yang hampir dua tahun lamanya di Serui, untuk kebutuhan makan, mereka penuhi dengan hasil dan pertanian yang mereka tanam sendiri. Dalam hal ini Dr. Ratu Langie merupakan orang yang gemar bertani pula, mereka tanarn segala jenis tanaman yang mereka butuhkan, disamping itu tidak lupa pula ia memberikan pelajaran dan cara-cara bertani yang baik agar menghasilkan panen yang menuaskan. Sambil memberikan pengetahuan tentang bertani, disertai dengan memberikan pengertian tentang perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.
Untuk kebutuhan pendidikan, diadakan diskusi-diskusi bagi para pemuda Irian. Walaupun tanpa menerima lagi berita-berita aktuil pada masa itu, disebabkan Belanda melarang adanya pengiriman-pengiriman surat-surat kabar dan majalah-majalah, walaupun demikian mereka sering berkumpul, mengadakan pertemuan-pertemuan serta diskusi-diskusi untuk tetap memelihara persatuan dan kesatuan serta menentukan strategi perjuangan mereka untuk masa sekarang dan yang akan datang.
Hasil daripada jerih payah penggodogan dan Dr. Ratu Langie, para pemuda Irian membentuk sebuah partai bernama “Partai Kemerdekaan Irian” dengan ketuanya Silas Papare. Mendengar adanya partai ini Belanda segera menangkap Silas Papare kemudian ia dibuang ke tempat pengasingan. Juga beberapa teman dekat Silas Papare tidak luput dan penangkapan dan dipenjarakan, dengan alasan yang cukup sederhana mereka ketahuan memberikan salam “Merdeka” antara sesama temannya.
Isteri Dr. Ratu Langie yang diturut-sertakan dalam pembuangan, tidak saja semata-mata mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi ia juga aktif memberikan penerangan-penerangan dengan giat tentang perjuangan kemerdekaan kepada ibu-ibu, yang kemudian mereka berhasil membentuk perkumpulan ibu-ibu Irian yang diberi nama “Ibunda Irian”. Melalui perkumpulan ini yang bertujuan untuk mempertinggi derajat kaum ibu di Irian, dimana pada waktu itu masih berlaku diskriminasi antara orang barat dan timur (pribumi) dipraktekkan oleh bangsa Belanda di daerah Irian. Pada bulan Maret 1948 tecrcapai persetujuan “Renville” antara Belanda dan Indonesia, dengan demikian masa pengasingan Dr. Ratu Langie dan kawan-kawan berakhir sudah. Dengan naik kapal laut Dr. Ratu Langic cs diangkut ke Biak, kemudian dari Biak dengan pesawat terbang dibawa ke Surabaya melalui Makassar. Sesampainya di Surabaya, waktu itu Surabaya merupakan daerah kekuasaan Belanda, dari pelabuhan udara dengan dikawal tentara Belanda rombongan tahanan Dr. Ratu Langie yang dianggap berbahaya, diantarkan ke garis perbatasan demarkasi Mojoagung (antara Mojokertu dan Jombang) Setibanva di tempat tujuan, tidak dapat digambarkan bagaimana kegembiraan dan kebanggaan mereka, ketika untuk pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di daerah Republik Indonesia yang betul-betul bebas dan merdeka setelah 2 tahun lamanya mereka mengalami penderitaan dan pahit getirnya dalam menjalani masa pengasingan pemerintah Belanda. Rombongan dibawa ke Jombang, kemudian perjalanan ke Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta.



7. Di Yogyakarta
Tanggal 3 April 1948 rombongan Dr. Ratu Langie tiba di Yogyakarta, mereka disambut oleh seluruh masyarakat dengan diliputi rasa kegembiraan, untuk menyambut rombongan diadakan satu upacara yang dipimpin oleh Mr. A. A. Maramis, Menteri Keuangan, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Di Istana rombongan disambut oleh Presiden Soekarno, wakil Presiden Moh. Hatta, untuk menghormat tamu yang baru datang dan sebagai ucapan sukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kembalinya Dr. Ratu Langie dan kawan-kawan, dengan mengadakan suatu resepsi.
Di Yogyakarta Dr. Ratu Langie segera menerjunkan diri ke dalam kancah pergolakan dunia politik, langkah pertamanya ia duduk sebagai Penasehat Pemerintah Pusat, dengan tugas sebagai delegasi penghubung antara Yogyakarta (Pemerintah RI) dan Jakarta (Pemerintah Belanda). Disamping itu ia juga berusaha mempersatukan anasir-ansir pasukan Sulawesi yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Setelah terlebih dahulu mengadakan pembicaraan pembicaraan dengan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia di Yogyakarra antara lain : Kolonel A. H. Nasution dan Kolonel A. E. Kawilarang dan lain-lain, melalui corong radio Yogyakarta Dr. Ratu Langie membacakan manifestasi (yang kemudian dikenal sebagai “Manifest Ratu Langie”) untuk menentang tata cara federalisme Belanda yang dijalankan oleh Van Mook, yang memecah belah bangsa dan negara Indonesia. Dr. Ratu Langie menganjurkan agar antara pemimpin pemimpin RI dan kaum federalis mengadakan Kongres Nasional diikuti oleh wakil-wakil dari seluruh Indonesia yang terlepas dari pengaruh dan turut campurnya pemerintah Belanda.
Hal ini dimaksudkan untuk memadukan seluruh tenaga Indonesia dari daerah defakto RI maupun dan daerah pendudukan Belanda dalam satu front agar dapat menentang Belanda dan dapat mencapai Indonesia merdeka sebulat-bulatnya. Juga dalam manifest Dr. Ratu Langie itu ditekankan pula bahwa sasaran utama dari fase perjuangan bangsa Indonesia pertama-tama adalah kemerdekaan Bangsa Indonesia, sedangkan susunan negara adalah pada tahun 1950 diadakan Konperensi Meja Bundar di Den Haag, antara wakil RI, BFO dan pemerintah Belanda. dalam konperensi ini wakil bangsa Indonesia yang terdiri dari golongan Republik dan golongan Federalis mempersatukan diri untuk menghadapi Belanda bersama-sama. Yang akhirnya diperoleh suatu persetujuan untuk mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), dengan Bung Karno dan Bung Hatta sebagai presiden dan wakilnya.
Kekuatan dan pengaruh Dr. Ratu Langie dalam perjuangan Nasional Bangsa Indonesia terletak pada kecerdasannya dalam berfikir untuk segera menganalisa kemudian mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan negara dan bangsa Indonesia.
Setelah Agresi Militer Belanda ke II dilancarkan pada tanggal 18 Desember 1948, Dr. Ratu Langie ditangkap dan ditahan di Istana Yogyakarta bersama-sama Presiden Soekarno dan wakil presiden Bung Hatta serta pembesar-pembesar lainnya. Pada tanggal 12 Januari 1949 kemudian diangkut ke Jakarta, untuk menuju ke tempat pengasingan di Bangka, dimana disitu Bung Karno dan Bung Hatta telah tiba lebih dahulu.
Untuk kesekian kalinya Dr. Ratu Langie menjadi mangsa permainan politik kolonial Belanda, kekuatan Belanda dapat menguasai jasmaninya akan tetapi jangan diharapkan akan bisa menguasai jiwanya. Itulah arti dan peranan Dr. Ratu Langie bagi bangsa dan Negara Indonesia. Tidak banyak jumlah bangsa Indonesia yang seperti dia, apalagi dari asal daerah tempat ia dilahirkan.

8. Akhir Hayatnya
Karena Dr. Ratu Langie dianggap seorang tokoh yang membahayakan bagi pihak penjajah, sejak zaman pendudukan tentara Jepang ia selalu berpindah-pindah tempat untuk menjalani masa tahanan dan pengasingan. Pada awal tahun 1946 Dr. Ratulangie ditangkap di Makassar dan kemudian dipenjakaran, dari Makassar diasingkan ke Serui dekat Irian Jaya, setelah dibebasan dari Serui di Yogyakarta ditangkap lagi oleh Pemerintah kolonial Belanda, setelah diinternir di Yogyakarta dikirim ke Jakarta untuk menjalani masa pengasingan di Bangka bersama-sama rombongan Bung Karno dan kawan kawan.
Akan tetapi rencana ini tidak dapat dilanjutkan, disebabkan kesehatan Dr. Ratu Langie terganggu. Walaupun dalam keadaan fisik sudah lemah, semangatnya tetap menyala-nyala, aktivitas politik sudah tidak dapat dijalankannya lagi, selain mengadakan wawancara dengan pers baik nasional maupun internasional. Oleh karena kesehatannya terganggu dan menunggu hingga ia pulih kembali, untuk sementara waktu ia tinggal di Jakarta sambil berobat. Namun apa daya manusia hanya merencanakan, keputusan ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada tanggal 30 Juni 1949 Dr. Ratu Langie menghemhuskan nafasnya yang terakhir akibat serangan jantung. Sesaat sebelum ia menghembuskan nafasnya yang terakhir, masih sempat bersenda gurau dengan putrinya yang paling kecil. Setengah jam kemudian ia telah meninggalkan keluarga dan bangsanya yang sangat ia cintai untuk selama-lamanya.
Para pembesar baik sipil maupun militer, kawan-kawan, sanak saudara beserta rakyat yang ribuan jumlahnya, mereka datang untuk memberikan penghormatan terakhir pada Pahlawan Nasional kita.
Kendaraan yang penuh dengan karangan bunga berderet mengikuti mobil yang membawa jenazah Dr. Ratu Langie ke tempat penguburan sementara di Tanah Abang. Seluruh bangsa Indonesia berkabung atas wafatnya seorang pahiawan yang telah membaktikan seluruh hidupnya untuk perjuangan kemerdekaan Negara RI, namanya harum tidak saja di dalam negeri akan tetapi juga ke luar negeri.
Dr. Ratu Langie telah wafat, ia adalah seorang pemimpin yang terkenal dalam pergerakan Nasional Bangsa Indonesia, sebagai wartawan dan ahli ekonomi ia telah memperoleh nama harum, ia telah terpilih sebagai anggota Dewan Rakyat (Volksraad) pada zaman Pemerintah Hindia Belanda.
Selama pendudukan tentara Jepang, berulang kali ia telah menolak permintaan Jepang untuk turut ambil bagian dan fiktif dalam pemerintahan, bahkan ia berbalik menjadi sumber inspirasi bagi gerakan dibawah tanah untuk menentang kekejaman dan penindasan Jepang. Setelah Indonesia merdeka ia diangkat menjadi Gubemur Sulawesi, mengambil alih pemerintahan dari tangan tentara sekutu. Oleh karena Dr. ratu Langi menolak untuk bekerja sama dengan Belanda, ia ditangkap dan diasingkan. Sekembalinya dari pengasingan ia kembali ke Yogyakarta. Kemudian di Yogyakarta diinternir lagi, lalu dikirim ke Jakarta untuk seterusnya ke Bangka. dalam menunggu keberangkatan ke Bangka karena kesehatan tambah memburuk ia meninggal dunia di Jakarta.
Kemudian jenazah Dr. Ratu Langie dipindahkan, diangkut dengan kapal laut lewat Surabaya, Makassar, Donggala menuju Menado dan dikebumikan di Tondano. Di Menado diadakan upacara yang hikmat untuk menyambut jenazah dengan segala kebesaran. Semua lapisan masyarakat dari berbagai kalangan berbaris sepanjang jalan yang dilalui iring-iringan mobil yang membawa jenazah Dr. Ratu Langie antara Menado sampai Tondano.
Selama hidupnya Dr. Ratu Langie senantiasa berjuang untuk kepentingan dan kemuliaan bangsa dan tanah air kita, tidak jarang ia mengenyampingkan kepentingan-kepentaingan pribadi. Baginya politik bukanlah alat untuk memperkaya diri sendiri, ia memulai perjuangannya dengan tiada harta, ia hidup dalam suasana kesederhanaan, ia meninggal dunia tanpa mewariskan harta kekayaan bagi keluarganya yang ditinggalkan. Satu-satunya yang ia tinggalkan hanyalah keharuman nama sebagai pahlawan nasional bagi seluruh Bangsa dan Negara Indonesia kita ini.

DAFTAR BACAAN
1. Auwjong Peng Koen, Perang Dunia II Bagian Perang Eropah, Skamiddya Jakarta 1962
2. Auwjong Peng Koen, Perang Pasifik 1945-1959, Cetakan II, Keng Po,Jakarta 1956
3. Arcundatha Soetejo, Sejarah Perjuangan Pemuda Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1965
4. Badan Kontak Wanita KRIS Jakarta, Indonesia Merdeka Sekedar Sumbangsih Kami, Cetakan I, BKW KRIS Jakarta, 1977.
5. Hatta Muhammad, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Tinta Mas, Jakarta, 1969.
6. Indonesia Departemen Penerangan, 40.000. Korban Sulawesi, Depen RI, Jakarta 1949.
7. Kem-pen RI, Lukisan Revolusi Rakyat Indonesia 1945-1949, Kem-pen RI, Yogyakarta 1949.
8. Nasution A.H., Sejarah Perjuangan Nasional Indonesia Bidang Bersenjata, Mega Bookstore, Jakarta 1966.
9. Oesman Raliby, Documenta Histroica, Bulan Bintang, Jakarta 1953
10. Pondaag W.S.T. Pahlawan Kemerdekaan Nasional Mahaputera Dr. G.S.S.J. Ratu Langie, Yayasan Penerbitan GSSJ Ratu Langie, Surabaya, 1966.
11. Pringgodigdo A.K., Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Pustaka Rakyat, Jakarta 19493
12. Ratu Langie, Peninjauan, Surat Kabar Mingguan, tahun I, Batavia C, Januari 1934.
13. Ratu Langie, GSSJ, Indonesia in den Pacific. Kern Problemen van Den Aziatischen Pacific, Soekaboemische, Suel pers d’rukkerij, 1937.
14. Raliby Oesman, Sejarah Hari Pahlawan, cetakan III, Bulan Bintang, Jakarta 1952.
15. Suherly Tanu, Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia, Pusat Sejarah ABRI, Jakarta 1971.
16. Sitorus I.M., Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Cetakan II, Pustaka Rakyat, Jakarta 1951.
17. Watuseke, F.S., Sejarah Minahasa, Menado, 1962.
18. Wowor, B., 14 Februari 1946 di Menado dalam rangka revolusi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Japen Propinsi Sulawesi Utara, Manado 1972
19. Brochure Yayasan Perguruan KRIS Jakarta.
20. Wawancara dengan Ibu : Ratu Langie Tambajong .

*) Disalin dari: “DR.G.S.S.J. RATU LANGIE & YAYASAN KRIS” oleh Dinas Museum dan Sejarah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1978